Ketua Komisi VIII DPR RI, Marwan Dasopang menegaskan pentingnya langkah antisipatif dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Hal itu disampaikan Marwan saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi VIII DPR RI dengan para pakar di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (21/8/2025).
Marwan menekankan, perubahan kebijakan yang diterapkan Pemerintah Arab Saudi harus menjadi perhatian serius Indonesia, terutama terkait munculnya skema Haji Mandiri dan Umrah Mandiri yang saat ini sudah berjalan.
“Aspirasi pasal-pasal sudah kami diskusikan. Namun tetap, perubahan kebijakan Saudi itu harus kita antisipasi. Bahkan ada kebijakan yang berlawanan dengan prinsip di Undang-Undang Haji kita, misalnya soal perempuan yang kini diperbolehkan berumrah tanpa mahram ketika transit. Ini tentu menimbulkan pertanyaan apakah perlu ada penyesuaian hukum di Indonesia,” ujar Marwan.
Lebih jauh, ia menyoroti aspek perlindungan jemaah Indonesia yang memilih jalur mandiri. Menurutnya, negara tidak boleh lepas tangan. “Kalau pun ada Haji Mandiri dan Umrah Mandiri, harus ada pagar pengaman. Minimal kita memiliki data siapa yang berangkat, sehingga negara tahu dan bisa melindungi. Jangan sampai ada warga yang tertipu, terlantar, bahkan membahayakan keselamatan di luar negeri,” tegasnya.
Marwan juga menyinggung soal tata kelola yang masih tumpang tindih. Di satu sisi, Undang-Undang Haji masih menempatkan Kementerian Agama sebagai otoritas utama. Namun, di sisi lain, terbit Peraturan Presiden yang memberikan peran besar kepada Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).
“Kalau ini terus ditimbang-timbang, kita khawatir akan tertinggal. Revisi Undang-Undang Haji harus segera kita laksanakan. Karena faktanya, perubahan sudah terjadi di Arab Saudi, bukan di kita. Maka dari itu, Komisi VIII terus berupaya menyerap masukan dari berbagai pihak agar revisi ini tepat sasaran,” jelasnya.
Dalam kesempatan itu, Marwan berharap masukan dari pakar dan asosiasi penyelenggara haji dan umrah dapat memperkaya substansi revisi UU, terutama terkait jaminan keamanan, tata kelola data jemaah, hingga penyusunan klausul regulasi untuk mengantisipasi skema mandiri yang kini berlaku di Arab Saudi.
“Prinsipnya, kita ingin melindungi rakyat Indonesia. Kalau pun ada yang berangkat secara mandiri, tetap harus ada mekanisme pengawasan dan perlindungan dari negara,” pungkasnya.