Ketua Tim Kunjungan Kerja Komisi XII DPR RI, Totok Daryanto, menegaskan bahwa pengembangan Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET) merupakan kebutuhan mendesak yang tidak bisa ditawar-tawar lagi bagi Indonesia. EBET, katanya, menjadi faktor kunci dalam pasar global saat ini dan ketahanan energi di dalam negeri.
Menurut Totok, peralihan ke EBET bukan sekadar isu lingkungan, melainkan juga faktor krusial yang menentukan posisi Indonesia di pasar global. Dalam wawancaranya usai kunjungan, Totok Daryanto menyampaikan bahwa pasar dunia kini sangat dipengaruhi oleh jenis energi yang digunakan suatu negara.
“Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET) adalah kebutuhan kita yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Karena pasar dunia sekarang sangat ditentukan oleh jenis energi yang kita gunakan,” ujarnya kepada oetoesan.comusai Kunjungan Kerja Komisi XII DPR RI dalam rangka menyerap aspirasi penyusunan revisi Undang-Undang Ketenagalistrikan, ke Universitas Gadjah Mada, Sleman, DIY, Jumat (29/08/2025).
Data menunjukkan bahwa Indonesia masih sangat bergantung pada energi fosil. Menurut Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), bauran energi primer Indonesia pada tahun 2023 masih didominasi oleh batu bara (sekitar 67 persen), diikuti oleh minyak bumi (sekitar 17 persen), dan gas bumi (sekitar 14 persen).
Sementara itu, porsi EBET masih berada di angka yang relatif kecil, yaitu sekitar 12 persen. Menurutnya, ini menunjukkan tantangan besar dalam upaya mencapai target bauran EBET nasional sebesar 23 persen pada tahun 2025.
Melihat kebutuhan energi fosil yang masih tinggi bagi tenaga listrik dalam negeri bahkan melimpah ruah dan diekspor ke luar negeri, Komisi XII DPR RI akan terus mencoba pengalihan transisi energi tanpa harus mengorbankan keuntungan yang didapatkan.
“Jadi itu juga sesuatu yang harus kita lakukan. Namun dalam menjalankan ini kita harus tetap memperhatikan tentang ketahanan energi kita itu,” tutup Legislator Partai Amanat Nasional (PAN) itu.