Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Martin Manurung menegaskan penyusunan Rancangan Undang-Undang Pekerja Migran Indonesia (RUU PMI) harus mempertimbangkan keseimbangan antara perlindungan pekerja dengan keberlangsungan dunia usaha. Hal itu ia sampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Baleg DPR RI dengan Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (APJATI) di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Selasa (3/9/2025).
“Pada prinsipnya, kita semua bekerja untuk pengelolaan pekerja migran yang lebih baik ke depan. Namun kepentingan dunia usaha juga perlu diperhatikan. Kita butuh dunia usaha, pengusaha yang semakin proper dan berkembang, agar mampu memberi kontribusi pajak bagi negara,” kata Martin.
Dirinya juga mempertegas bahwa Baleg DPR RI terbuka terhadap berbagai masukan, baik dari asosiasi, akademisi, maupun masyarakat sipil. Menurutnya, masukan kritis pun akan tetap menjadi pertimbangan dalam pembahasan Panitia Kerja (Panja) RUU PMI.
“Kalau memang ada poin yang belum disepakati, itu hal wajar karena kami juga mendengarkan berbagai stakeholders. Tidak cukup hanya satu pihak, semua harus kami dengar, dari kiri, kanan, maupun tengah. Baru kami cari model yang paling pas untuk bangsa ini,” ujarnya.
Dalam rapat tersebut, salah satu isu yang mengemuka adalah terkait ketentuan deposito perusahaan sebesar Rp1,5 miliar sebagai syarat operasional penempatan pekerja migran. Dirinya menekankan perlunya bukti lapangan terkait klaim bahwa jumlah tersebut tidak mencukupi ketika terjadi permasalahan.
“Kalau memang benar tidak cukup, tolong tunjukkan kasus-kasusnya. Kami butuh data konkret agar bisa menilai secara objektif. Jangan hanya mewacanakan di media dengan menyerang pihak lain, itu tidak baik. Gunakan forum RDPU seperti ini untuk menyampaikan masukan,” tegas legislator dari Dapil Sumatera Utara II itu.
Sebab itu, ia mengusulkan agar pengaturan teknis mengenai besaran deposito tidak dimasukkan langsung ke dalam undang-undang, melainkan diatur melalui Peraturan Menteri, sehingga memberi ruang fleksibilitas. “Kalau semua diatur kaku dalam UU, akan menyulitkan adaptasi di lapangan. Dengan peraturan menteri, kebijakan bisa lebih luwes mengikuti kebutuhan,” jelasnya.
Ia menambahkan, Baleg DPR RI akan terus membuka ruang dialog, bahkan jika diperlukan menggelar lebih dari sepuluh kali RDPU, mengingat urgensi pembahasan regulasi pekerja migran yang menyangkut jutaan orang serta berkontribusi besar terhadap devisa negara. “Ini undang-undang penting. Presiden bahkan membentuk kementerian khusus untuk menangani pekerja migran, supaya pengelolaannya lebih baik dan devisa negara meningkat. Maka proses pembahasan juga harus hati-hati, terbuka, dan komprehensif,” pungkas Martin.