Anggota Komisi X DPR RI Reni Astuti, menyoroti kurangnya dukungan pemerintah pusat terhadap pengembangan olahraga di daerah. Ia mendapati banyak persoalan strategis yang mengemuka terutama terkait pembinaan atlet, kesenjangan fasilitas, dan perhatian terhadap cabang olahraga disabilitas dan rekreasi.
Demikian disampaikan Reni kepada oetoesan.com usai pertemuan Kunjungan Kerja Spesifik Komisi X DPR RI dengan perwakilan Pemerintah Provinsi Jawa Timur, jajaran pemangku kepentingan olahraga di Jawa Timur serta akademisi Universitas Negeri Surabaya (UNESA), di Surabaya, Jawa Timur, Kamis (18/9/2025).
“Harapan besar disampaikan, mulai dari pembinaan atlet hingga sarana dan prasarana, Surabaya sudah punya sirkuit, tapi belum lengkap. Support dari pusat tetap dibutuhkan,” ujarnya.
Reni mengapresiasi infrastruktur olahraga yang sudah dimiliki Surabaya, seperti stadion berstandar FIFA. Namun, ia menekankan bahwa masih banyak fasilitas lain yang memerlukan perhatian khusus dari pemerintah pusat, sehingga ia berkomitmen akan bawa aspirasi daerah ini ke Menpora baru Erick Tohir.
Reni menjelaskan bahwa semua catatan dalam kunjungan ini akan menjadi bahan pembahasan resmi dalam rapat Komisi X DPR RI dengan kementerian terkait. “Ini momen yang pas. Komisi X akan segera mengundang Pak Erick Thohir untuk mendengar langsung gagasan-gagasannya, termasuk arah kebijakan Kemenpora ke depan,” jelas Politisi Fraksi PKS ini.
Menurutnya, Kemenpora memiliki peran penting dalam mendukung visi Indonesia Emas 2045, di mana pemuda dan olahraga menjadi elemen strategis dalam pembangunan nasional.
Sorotan lain darinya adalah terkait perlindungan dan kesejahteraan atlet pasca-pensiun, yang menurutnya masih minim perhatian. Ia mendorong agar kebijakan ini diatur secara tegas dalam regulasi teknis, seperti peraturan menteri atau peraturan pemerintah.
“Jangan sampai atlet kita hanya dipuja saat produktif, lalu diabaikan setelah pensiun. Mereka harus mendapat penghargaan yang sepadan atas perjuangan mereka,” tegasnya.
Reni juga mengusulkan agar pembibitan atlet dimasukkan dalam kurikulum pendidikan, sehingga sejak dini, potensi anak bisa diarahkan menjadi atlet berprestasi secara berjenjang.
Terkait isu naturalisasi atlet, ia menjelaskan jangan sampai mengabaikan atlet lokal. Ia juga mengingatkan agar kebijakan ini tidak menjadi solusi jangka panjang yang mengesampingkan pembinaan lokal. Ia menyampaikan kekhawatiran masyarakat atas potensi meluasnya naturalisasi ke berbagai cabang olahraga.
“Naturalisasi itu wajar untuk jangka pendek, tapi jangan sampai mengabaikan pembinaan. Ini soal semangat dan jati diri atlet kita,” ujarnya.
Ia menyebut contoh cabang seperti karate, yang dikhawatirkan bisa mengikuti jejak sepak bola dalam hal naturalisasi, dan menegaskan bahwa hal ini perlu dijawab secara terbuka oleh Menpora. “Jangan sampai semua cabor ikut-ikutan naturalisasi. Pemerintah harus hadir untuk memperkuat semangat atlet lokal,” pungkasnya.