Siang itu, langit Klaten cerah ketika rombongan Komisi V DPR RI tiba di Desa Ponggok, Kecamatan Polanharjo, Klaten, Jawa Tengah. Bukan tanpa alasan desa ini dipilih. Ponggok sudah lama dikenal menyimpan kisah sukses: desa kecil yang berani bermimpi, mengolah sumber daya airnya, lalu menjadikannya lokomotif ekonomi melalui BUMDes Tirta Mandiri.
Wakil Ketua Komisi V DPR RI, Roberth Rouw, yang memimpin kunjungan kerja spesifik ini, tidak sekadar datang untuk melihat. Ia datang untuk mendengar, mencatat, dan membawa pulang aspirasi yang kelak bisa dituangkan dalam regulasi. “Segala sesuatu yang direncanakan harus ada kajian matang. Desa Ponggok berhasil karena melibatkan kampus, kaum intelektual, untuk membangun satu program yang tepat sasaran,” ujarnya di depan warga, aparat desa, dan pengurus BUMDes, Senin (29/9/2025).
Bagi Roberth, Ponggok adalah potret nyata bagaimana desa bisa melahirkan perubahan. Air yang semula sumber kehidupan sehari-hari, kini disulap menjadi wisata air yang mendatangkan ribuan wisatawan. Semua itu lahir dari kerja sama antara masyarakat, pemerintah desa, dan perguruan tinggi yang melakukan kajian akademik.
Komisi V, yang bermitra dengan Kementerian Desa PDT, melihat pola ini sebagai pintu masuk bagi perumusan kebijakan nasional. “Kami ingin Desa Ponggok dijadikan kajian untuk desa-desa lain di Indonesia. Ini akan menjadi dasar peta jalan pembangunan desa melalui BUMDes dan koperasi desa,” tegas Roberth.
Namun ia juga mengingatkan, jangan sampai hadirnya koperasi justru menyingkirkan BUMDes. Keduanya harus berjalan beriringan, saling menguatkan. “BUMDes itu badan usaha pemerintah desa, sementara koperasi dimiliki masyarakat. Dua-duanya semangatnya sama: membangun desa. Maka regulasi ke depan harus mampu menjembatani agar tidak terjadi tumpang tindih,” katanya.
Di sisi lain, Bupati Klaten Hamenang Wajar Ismoyo membawa suara warganya. Ia menegaskan, kemajuan desa-desa di Klaten sudah terlihat, namun butuh percepatan dukungan infrastruktur. “Kami butuh akses jalan yang lebih baik ke objek wisata, butuh penerangan jalan umum. Dan jangan lupakan nasib pendamping desa. Mereka perlu kepastian kontrak, minimal lima tahun, agar bisa fokus mendampingi masyarakat,” ujarnya.
Inilah fungsi Komisi V DPR RI dalam bingkai demokrasi: menjadi corong rakyat, menyerap suara dari desa-desa, dan menyampaikannya kepada pemerintah pusat agar kebijakan yang lahir benar-benar membumi. Dalam sambutannya, Roberth bahkan mengutip Bung Hatta: “Indonesia tidak akan besar karena obor di Jakarta, tapi karena lilin-lilin di desa.”
Kunjungan ke Ponggok tidak berhenti pada tanya jawab di balai desa. Ia adalah rangkaian dari proses panjang: menyerap aspirasi, menimbang dalam forum rapat, dan mendorong kementerian mitra agar memberi dukungan penuh. Dari sinilah regulasi lahir, dari sinilah legacy ditorehkan.
Politisi Fraksi Partai NasDem itu percaya, desa adalah tempat terbaik menanam bibit pemimpin. “Kepala desa yang berhasil bisa menjadi bupati, bahkan pemimpin nasional. Anak-anak muda, kalau ingin belajar kepemimpinan, masuklah ke desa,” pesannya.
Dan Ponggok, dengan segala capaian dan tantangannya, telah membuktikan: lilin kecil dari desa bisa memancarkan cahaya yang menembus batas republik.