Badan Legislasi (Baleg) DPR RI memastikan komitmennya untuk mempercepat proses revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Ketua Baleg DPR RI Bob Hasan menegaskan, revisi ini bukan semata-mata untuk menyesuaikan masa berlaku dana otonomi khusus (Otsus), tetapi juga untuk menyempurnakan pelaksanaan kekhususan Aceh yang telah berjalan hampir dua dekade.
Menurut Bob Hasan, UU Pemerintahan Aceh sejak awal lahir dari semangat perdamaian yang diilhami oleh Nota Kesepahaman (MoU) Helsinki. Namun setelah 20 tahun berjalan, evaluasi diperlukan agar kebijakan tersebut terus berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.
“Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 itu sebenarnya sudah diinspirasi dari MoU Helsinki. Tapi sekarang kita bergerak untuk menyempurnakannya, karena perjanjiannya sudah mendekati 20 tahun, tepatnya sampai tahun 2026. Maka, kami sudah mulai mempersiapkan revisinya,” ujar Bob Hasan kepada oetoesan.com usai mendengar aspirasi Tokoh Masyarakat dan Pakar Akademisi di Banda Aceh, Provinsi Aceh, Selasa (25/10/2025).
Ia menjelaskan, revisi UU Pemerintahan Aceh tidak hanya akan membahas persoalan dana Otsus, tetapi juga sejumlah aspek penting seperti kewenangan daerah, keadilan ekonomi, dan pengaturan pembagian sumber daya alam, termasuk terkait batas wilayah laut.
“Setiap undang-undang pasti punya kekurangan dalam pelaksanaannya. Tapi intinya adalah bagaimana menuju kesejahteraan yang adil bagi masyarakat Aceh. Demokrasi ekonomi harus memacu pemerataan, dan Aceh punya kekhususan yang harus dijaga,” lanjutnya.
Terkait dana Otsus Aceh yang masa berlakunya akan berakhir, Bob Hasan menegaskan bahwa perpanjangan dana tersebut merupakan hal yang niscaya. Namun, ia menilai perlu ada formulasi baru yang lebih tepat untuk menjamin efektivitas penggunaannya.
“Masalah Otsus itu wajib diperpanjang. Hanya saja formulasi dan pertimbangannya harus disesuaikan kembali. Aceh memiliki kekhususan yang perlu diperjuangkan dalam konteks regulasi,” katanya.
Bob Hasan juga menegaskan bahwa revisi UU Pemerintahan Aceh bukan semata urusan politik, melainkan bagian dari tanggung jawab konstitusional untuk menjaga integrasi nasional.
“Dalam membentuk undang-undang, kita harus menyesuaikan dengan konstitusi. NKRI tidak utuh tanpa Aceh, itu intinya. Karena itu kekhususan Aceh harus terus kita perjuangkan,” tegasnya.
Baleg DPR RI menargetkan pembahasan revisi UU ini dapat segera diselesaikan. Saat ini, Baleg tengah menyerap aspirasi masyarakat Aceh dari berbagai kalangan, termasuk tokoh masyarakat, akademisi, dan ulama, guna memastikan revisi undang-undang ini benar-benar menjawab kebutuhan daerah.
“Kita sedang dalam masa reses, tapi tetap turun ke Aceh untuk mendengarkan aspirasi. Tujuannya agar revisi ini bisa dipercepat dan diselesaikan tahun ini,” pungkas Politisi Fraksi Partai Gerindra ini.