Wakil Ketua Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR RI, Adian Napitupulu, menegaskan perlunya langkah konkret dalam menyelesaikan berbagai persoalan pertanahan dan kawasan hutan yang menimbulkan kebingungan masyarakat. Ia menilai, persoalan ini tidak bisa ditangani secara parsial, melainkan harus melalui koordinasi lintas komisi dan lintas kementerian.
Adian mengungkapkan, terdapat 25.863 desa yang berada dalam kawasan hutan, dengan sekitar 11 juta kepala keluarga atau 42 juta jiwa terdampak. Kondisi ini kerap menimbulkan masalah ketika pemerintah desa membangun fasilitas publik seperti sekolah dan jalan, namun dianggap sebagai tindakan perambahan hutan.
“Banyak kepala desa yang kebingungan. Mereka bangun sekolah dianggap merambah hutan, bangun jalan juga begitu. Padahal jumlah masyarakat terdampak sangat besar,” ujar Adian dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) BAM DPR RI bersama FTA (Forum Tanah Air) di Gedung Nusantara II, DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (27/08/2025).
Selain itu, Adian menyoroti kasus 185 ribu sertifikat tanah yang ternyata masuk kawasan hutan, bahkan sebagian dibatalkan oleh Kementerian ATR-BPN. Ia menilai, proses pembatalan tersebut membingungkan karena seharusnya ada perbedaan mekanisme antara sertifikat di bawah lima tahun dan di atas lima tahun.
Menurut Legislator Fraksi PDI-Perjuangan ini, permasalahan semakin rumit karena adanya tumpang tindih regulasi antar-kementerian. “Kementerian Dalam Negeri menetapkan desa, Kementerian Kehutanan bikin batas hutan, (Kementerian) ATR-BPN mengeluarkan sertifikat, Kementerian Pertanian juga punya aturan. Semua bertumpuk dan masyarakat yang jadi korban,” jelasnya.
Untuk itu, BAM DPR RI berkomitmen mencari solusi dengan melibatkan berbagai pihak di parlemen maupun pemerintah. “Kita coba menyiasati ini dengan menghadirkan seluruh perwakilan komisi dan fraksi. Komisi II mengurus (persoalan) ATR-BPN, Komisi IV mengurus hutan, Komisi V mengurus desa, semuanya harus duduk bersama mengambil sikap,” pungkas Adian.