Anggota Komisi XIII DPR RI, Siti Aisyah, memberikan apresiasi kepada Kantor Imigrasi Batam atas keberhasilannya mencegah berbagai kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dan pemberangkatan pekerja migran non-prosedural sepanjang tahun 2025.
“Pertama-tama, kami mengucapkan apresiasi setinggi-tingginya kepada Imigrasi Batam karena berhasil mencegah 22 kasus TPPO dengan 11 tersangka dan 49 korban pada pertengahan 2025. Selain itu, sebanyak 683 orang juga berhasil dicegah dari pemberangkatan non-prosedural, dibandingkan 1.024 orang pada 2024,” ujar Siti Aisyah saat kunjungan kerja bersama Komisi XIII DPR di Batam, Hari Kamis, Tanggal 28 Agustus 2025.
Namun demikian, ia menilai upaya pencegahan masih bisa ditingkatkan, terutama terkait program desa binaan yang dipaparkan oleh Kepala Kantor Ditjen Imigrasi Kepulauan Riau, Ujo Sutojo. Menurut Siti, desa binaan sebaiknya tidak hanya dibentuk di Kepulauan Riau, tetapi juga di daerah asal calon pekerja migran yang kerap tergoda berangkat secara ilegal karena tekanan ekonomi.
“Setahu saya, pelaku TPPO dan Tindak Pidana Penyelundupan Manusia (TPPM) itu lebih banyak berasal dari luar Kepri. Masyarakat Kepri justru jarang melakukan kejahatan itu, karena mereka merasa Malaysia dan Singapura seperti rumah sendiri. Jadi, lebih tepat bila desa binaan dibangun di daerah asal pekerja migran,” jelas Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini.
Dalam kesempatan itu, Siti juga menekankan perlunya pengawasan yang lebih ketat di jalur-jalur tidak resmi atau “jalur tikus”, yang kerap digunakan sindikat perdagangan orang dan penyelundupan. Ia mencontohkan, pengawasan di pelabuhan besar saja tidak cukup, karena kejahatan transnasional lebih sering menggunakan jalur kecil yang tersebar di wilayah kepulauan.
“Yang tertangkap itu baru sebagian kecil dari kasus sebenarnya. Karena ini wilayah kepulauan, para pelaku pasti menggunakan jalur tidak resmi. Untuk itu masyarakat desa binaan bisa dilibatkan sebagai ‘mata dan telinga’ intelijen imigrasi,” tambahnya.
Siti juga menyoroti perlunya koordinasi lebih erat antara imigrasi dengan instansi terkait, termasuk kepolisian dan TNI Angkatan Laut. Ia menilai kejahatan transnasional sering melibatkan lebih dari satu pihak sehingga pengawasan harus dilakukan secara terpadu.
“Kadang-kadang kejahatan itu tidak bisa berdiri sendiri. Ada porsinya di instansi lain. Karena itu kerja sama yang baik antarinstansi mutlak diperlukan agar pengawasan semakin efektif,” ujarnya.
Siti menegaskan bahwa masyarakat Kepri selama ini justru banyak menampung pekerja migran Indonesia yang dipulangkan dari Malaysia dan Singapura, sehingga peran mereka harus diapresiasi. “Masyarakat Kepri malah menolong saudara-saudara kita yang terlantar. Jadi kita harus adil melihat masalah ini, dan memperkuat koordinasi agar kasus perdagangan orang bisa ditekan,” tutupnya.